20220812

"KONSTITUSI JIWA"

 

Gus Dur & Gus Miftach - Gelaran Dialog Kebangsaan Manggala Wanabhakti Jakarta 2017 - Agenda TWU- PH/AA3

Konstitusi Jiwa

 

Konstitusi Jiwa – ADALAH TRADISI BATIN yang harus terus dibangun secara Holistick, Empirik, dengan Historiografi dari Sumber Theologi yang mengalir dari Masa ke Masa – menyelusup kedalam batin dan tulang sumsum Anak Manusia sepanjang Zaman..... GM PH- AA/3 Jaksel.

…..Rosulullah dhawuh, perintahkan kebaikan meskipun engkau sendiri tidak bisa menjalani, laranglah keburukan meskipun engkau sendiri tidak bisa menghindari.


Gus Miftach & Kukuh - Jkt 2007
Kalau syaratnya memerintahkan kebaikan itu orang harus baik dulu kan kasihan orangtua yang menyuruh anaknya hafal Qur'an. "Cung, kamu harus hafal Qur'an," kata bapaknya pada anaknya. Terus anaknya menjawab: "Bapak hafal apa tidak? Bapak saja tidak hafal koq nyuruh anaknya hafal."


Begitu pula ketika bapaknya bilang pada anaknya: "Cung, kamu harus menghindari narkoba." Lalu anaknya menjawab: "Bapak saja pengguna narkoba, koq melarang anaknya pakai narkoba."

Jadi, kebaikan itu tetap harus disyiarkan karena itu konstitusi. Dan keburukan itu tetap harus diperintahkan untuk dilawan karena itu konstitusi. (Mas Joko / Kukuh)

20210624

Sunnatullah bersifat multikulturisme

Cuplikan Pengajian TWU di PH AA/3 Jaksel 17 Maret 2006

"MultiKulturisme"

Apakah kita menyadari bahwa Sunnatullah tidak bersifat budaya tunggal, Islam saja, Kristen saja, Yahudi saja, Hindu saja atau Khonghucu saja ? Tetapi semuanya itu, Sunnatullah bersifat multikulturisme. Dunia tidak terbentuk oleh budaya tunggal, melainkan terbentuk oleh keanekaragaman budaya.

Demikian pula Bangsa Indonesia, tidak hanya terbentuk oleh budaya Jawa Islam saja atau Sunda saja atau Kristen Batak saja, melainkan terbentuk oleh keanekaragaman budaya itu. 3000 tahun yang lalu Daud a.s. telah sukses membentuk negeri multikultur Yerusalem dimana Bani Israil dan Bani Yebus berdampingan secara damai dengan kesadaran multicultur citizen. Bentuk negara multkulturisme itu semakin sempurna pada zaman Sulaiman dimana semua agama dan budaya mendapatkan toleransi, dan semua kelompok minoritas mendapatkan afirmatif dari pemerintah. Nah, dapatkah kita memberikan afirmatif kepada Ahmadiyah, Kristen, Hindu, Buddha, Khonghucu dll ? Kalau jawabannya ya, maka kita berada di jalur Rahmatan lil Alamien dimana agama merupakan sumber emansipasi dan kemajuan peradaban. Perhatikan sabda Rasulullah saw: “Qoola man laa yarhamu, laa yarhamu” : “Siapa yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi” (HR. Bukhari dari Abu Hurairah r.a.; H : 1696).

Tapi kalau jawabannya tidak, kita membenarkan tuduhan kalangan freemasonry yang menganggap agama sebagai hambatan terbesar mental manusia, oleh karena itu freemasonry berpendapat agama-agama harus dihilangkan perannya dari peradaban manusia. Perlu diketahui bahwa 95 % atau lebih Al-Qur’an berisi tentang peradaban dan hanya 5 % atau kurang, berisi tentang peribadatan.

 

Benturan peradaban.

 

Sumber utama konflik di dunia baru dewasa ini ternyata bukanlah kepentingan ekonomi, melainkan budaya yang menjadi factor pemecah belah umat manusia dan sumber konflik yang dominan, seperti ditunjukkan dalam pertikaian antara Barat/Amerika Serikat vs Islam. Meskipun negara-bangsa masih merupakan aktor yang dominan dalam percaturan dunia, namun konflik utama dari politik global terjadi diantara negara dan kelompok dari peradaban yang berbeda.

Garis batas peradaban Barat dengan Islam telah membentuk garis konflik sejak dari Maghribi hingga Pakistan, dengan hot-spot Palestina, Iran, Irak, Syria, Libya hingga Afganistan dan Pakistan. Meningkatnya pengaruh kaum radikal Islam di Pakistan dan Indonesia adalah dampak dari benturan peradaban Barat vs Islam ditingkat global. Demikian pula timbulnya semangat anti Kristen dan anti Ahmadiyah dikalangan Umat Islam tertentu di Indonesia. Garis batas peradaban tersebut setiap saat dapat menjelma menjadi garis petempuran.

Apakah konflik antara peradaban Barat vs Islam tsb harus dicegah atau harus dilalui untuk menjadi bagian dari proses tahap akhir evolusi konflik dan perubahan di dunia modern ? Barat sendiri setelah berhasil mengalahkan Angkatan Perang Irak yang merupakan kekuatan militer terbesar di Arab, agaknya tidak ragu-ragu dalam melancarkan tekanan terhadap dunia Arab dan Islam yang sudah tentu akan melahirkan perlawanan secara simultan yang dapat dengan cepat mengobarkan perang dalam skala dunia.

Suatu kenyataan dengan berakhirnya Perang Dingin, politik internasional bergerak keluar dari fase Barat, dan titik fokusnya beralih ke interaksi antara peradaban Barat dan non-Barat, khususnya Islam. Bentuknya menjadi semakin tajam setelah serangan 11 September 2001, yang sekaligus menghamparkan suatu babak baru dalam sejarah Amerika Serikat, dunia dan hubungan diantara mereka. Tiba-tiba semuanya berubah sama sekali. Perang baru antara Israel dengan Jihad Islam adalah sinyal kemungkinan berkobarnya perang antara Barat vs Islam. Medan perang yang mungkin berkobar adalah Teluk Parsi dan Palestina yang bila terjadi akan melibatkan sentimen peradaban secara luas dalam skala Perang Dunia. Ini berarti rencana Albert Pike berhasil dan prediksi Samuel P Huntington tentang perang peradaban sebagai model Perang Dunia ke III bakal terbukti.

Satu-satunya jalan menuju keselamatan bersama, ialah kesadaran tentang Sunnatullah yang bersifat multikulturisme. Jika semua pihak menyadari bahwa dunia harus terbentuk oleh keanekaragaman budaya, agar saling mengasihi sebagaimana sabda Rasulullah saw tadi, maka sesungguhnya tidak ada kebutuhan berperang atas nama keunggulan budaya dan peradaban masing-masing atau atas nama proses evolusi perubahan dunia modern sekalipun. Demikian pula di Indonesia, jika kita menyadari bahwa negara bangsa ini tidak mungkin dibentuk hanya oleh budaya tunggal, melainkan oleh keanekaragaman budaya, maka prinsip multicultur citizen menjadi keniscayaan yang hakiki, dan kekuatan yang terpenting dan terbesar bangsa kita.

Siapakah yang akan memenangkan Perang Peradaban jika itu terjadi ? Pemenangnya adalah peradaban yang lebih unggul. Menurut Huntington peradaban Barat lebih unggul daripada peradaban Islam. Tetapi jika Kaum Muslimin ternyata memilih dialog, mengembangkan sikap moderat, menghormati multikulturisme, bersikap liberal-humanis, maka Islam akan memimpin perdamaian dan memimpin peradaban dunia baru. Kita mulai dari Indonesia, insya Allah.

Sekian, kita lanjutkan Jum’at depan,
Terima kasih,

Birrahmatillahi Wabi’aunihi fi Sabilih,
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jakarta, 17 Maret 2006,
Pengasuh,

 


 

K.H. AGUS MIFTACH
Ketua Umum Front Persatuan Nasional.